Jakarta –
Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo setuju dengan Ketua Pertemuan Aspirasi Konstitusi sekaligus Anggota DPD RI lalu Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie bahwa UUD 1945 bukanlah kitab suci yang tabu untuk diubah. Menurutnya, justru harus terus dilaksanakan evaluasi secara mendalam agar UUD 1945 dapat menjawab tantangan zaman.
Setelah melakukan empat kali amandemen, Bamsoet mengatakan dibutuhkan penataan kembali sistem kebijakan pemerintah ketatanegaraan pasca 25 tahun reformasi untuk mengamati sejauh mana konstitusi sudah pernah bekerja untuk kemajuan bangsa.
“Evaluasi konstitusi bukanlah semata pada penataan kewenangan lembaga negara, seperti halnya penguatan MPR RI baik dari sisi kewenangan maupun keanggotaan. Melainkan juga pada perbaikan redaksional pada penulisan konstitusi. Oleh Prof Jimly disebut dengan merakit, merajut, dan juga menjahit kembali naskah konstitusi pasca reformasi. Hasil kajian tentang pembaharuan ke-5 UUD NRI 1945 ini akan berubah jadi material rekomendasi pimpinan MPR RI sekarang untuk pimpinan MPR RI periode 2024-2029,” ujar Bamsoet, di keterangannya, Selasa (30/7/2024)
Bamsoet menjelaskan terkait penataan kewenangan lembaga negara, Wadah Aspirasi Konstitusi telah mengakomodasi aspirasi dari bermacam kalangan yang tersebut menginginkan agar MPR bisa saja kembali berubah jadi Lembaga Tertinggi Negara sehingga dapat berperan bergerak menyelesaikan bermacam dispute kebuntuan urusan politik kemudian hukum yang dimaksud terbentuk di negeri ini.
Dari sisi keanggotaan, selain diisi anggota DPR sebagai representasi kebijakan pemerintah serta anggota DPD RI sebagai representasi golongan, keanggotaan MPR RI dinilai harus diisi kembali oleh utusan golongan.
“Kehadiran utusan golongan sejak awal kemerdekaan telah terjadi diinisiasi oleh para founding fathers kita, dengan semangat tidak ada boleh ada satupun elemen bangsa yang digunakan ditinggalkan. Reformasi justru menghapuskan keberadaannya. Tidak heran apabila pada masa kini berbagai kelompok penduduk yang tersebut tidaklah puas terhadap keberadaan hidup sebagai bangsa dan juga bernegara. Salah satunya akibat merek merasa tak dilibatkan, bahkan merasa ditinggalkan,” jelas Bamsoet.
Lebih lanjut, Bamsoet menerangkan keberadaan Utusan Golongan yang mana mewakili golongan tertentu juga terdapat ke beragam parlemen negara maju. Seperti ke Inggris melalui House of Lords yang tersebut diisi para bangsawan kemudian kalangan agamawan. Maupun ke Parlemen India Rajya Sabha yang tersebut diisi orang-orang yang mana mempunyai keahlian atau pengalaman khusus di beragam bidang, seperti seni, sastra, sains, lalu pelayanan sosial.
Ia juga mengumumkan esensi dari demokrasi bukanlah hanya sekali tentang keterpilihan melainkan juga tentang keterwakilan. Tidak semua yang tersebut dipilih melalui pemilihan umum mampu mewakili aspirasi rakyat
“Untuk itu penting dilengkapi dengan Utusan Golongan yang bisa jadi mewakili kelompok warga tertentu seperti Golongan Seniman, Golongan Budayawan, Golongan Adat, Golongan Agamawan, hingga Golongan Profesi seperti guru, wartawan, serta dokter. Keberadaan Utusan Golongan bisa saja melakukan konfirmasi bahwa setiap kelompok komunitas dapat memberikan perspektif dan juga masukan yang mana berharga pada tahapan legislatif maupun pada tahapan keberadaan kebangsaan di arti yang digunakan lebih tinggi luas,” pungkas Bamsoet.
Ada pula hadir di acara yang disebutkan antara lain, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Ketua Pertemuan Aspirasi Konstitusi sekaligus Anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie, Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, juga Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri. Selain itu, turut hadir para anggota DPD RI, antara lain Teras Narang, Abdul Kholik, kemudian Filep Wamafma.
(akn/ega)
Artikel ini disadur dari Bamsoet Sebut UUD 1945 Bukan Kitab Suci, Perlu Terus Dievaluasi
